Contoh kasus diatas dikutip pada halaman 24, buku Pedoman Persiapan Uji Kompetensi Nasional Program Studi Diploma III Keperawatan, yang diterbitkan oleh Panitia Nasional Uji Kompetensi (Ukom), Ristekdikti, tahun 2018.
Masih dari dalam buku pedoman tersebut muncul pertanyaan seperti ini, "manakah dari tindakan keperawatan awal yang paling tepat untuk mencegah penularan penyakit TBC dalam keluarga?"
Sasaran dari pertanyaan itu, sebetulnya dialamatkan kepada perawat yang sedang menghadapi uji kompetensi atau mahasiswa diploma III keperawatan. Namun medianers, tertarik pula membahasnya melalui artikel ini.
Adapun jawaban dari pertanyaan di atas sebanyak 5 pilihan, dan peserta ujian diminta memilih 1 jawaban yang paling tepat. Pilihan Jawaban dimaksud, diantaranya sebagai berikut:
- Membawa anaknya ke Puskesmas untuk dilakukan test mantoux.
- Mengisolasi 2 orang anak balitanya untuk tidak kontak dengan ibu Z.
- Membawa 2 orang anak balitanya untuk mendapat imunisasi BCG di Puskesmas.
- Mengajarkan Ibu Z cara menghindari penularan kuman TBC.
- Mengajarkan ibu Z untuk memisahkan alat makannya tersendiri agar tidak dipakai oleh anaknya.
Jadi, jawabannya paling tepat dan sesuai dengan pertanyaan adalah nomor 4 yaitu, mengajarkan Ibu Z cara menghindari penularan kuman TBC.
Cara Mencegah Penularan Penyakit TBC Paru dalam Keluarga
Nah, terkait soal uji kompetensi perawat berakhir sampai disitu, sekarang muncul pertanyaan jika perawat memang menemukan pasien seperti ibu Z saat dinas di Puskesmas, apa yang bisa dilakukan perawat atau mahasiswa keperawatan cara mencegah penularan penyakit TBC dalam keluarga?
Tentu perlu diketahui bahwa penyakit Tuberculosis (TBC) paru merupakan penyakit menular melalui udara oleh percikan ludah (batuk).
Sebab, seseorang terinfeksi kuman (bakteri) tuberculosis akan mengalami batuk berdahak dan kadang berdarah. Nafas sesak, nafsu makan menurun, disertai penurunan berat badan. Cendrung mudah mengalami kelelahan, dan berkeringat saat tidur malam.
Sebaiknya, ibu Z diberikan edukasi oleh perawat/ mahasiswa keperawatan tentang etika batuk agar tidak menular melalui udara kepada anak-anak dan suaminya, bahwa tidak boleh batuk sembarangan.
Etika batuk dimaksud adalah, tutup hidung dan mulut ketika batuk, bisa menggunakan tissue atau dengan telapak tangan, atau dengan lengan, caranya arahkan hidung dan mulut ke ketiak.
Setelah itu buang tissue pada tempat sampah tertutup, dan cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir. Kalau bisa, ibu Z diajarkan mencuci tangan sesuai standar WHO, yaitu 7 tahap cuci tangan.
Didalam dahak (sputum) penderita TBC Paru juga mengandung bakteri tuberculosis, jadi sebaiknya ibu Z perlu diajarkan oleh perawat tidak membuang dahak disembarang tempat, karena berpotensi menularkan kepada orang lain.
Sebaiknya dibuang ke WC, lalu disiram, atau kalau dirumah tidak ada WC dibuang dalam wadah tertutup yang ditimbun dengan pasir/ tanah atau dengan cairan pembunuh bakteri.
Meski kedua hal di atas telah diajarkan atau diedukasi, bisa saja tidak berhasil apabila tidak didukung oleh ventilasi rumah yang bagus alias pengap.
Maka perawat boleh menjelaskan dan memberi masukan untuk membuka ruangan dan sekat agar rumah masuk cahaya serta udara segar, sehingga sirkulasi rumah tetap bagus, dan kuman TBC tidak bergentayangan di dalam rumah.
Kemudian, edukasi juga ibu Z terkait kebersihan rumah, kamar tidur, serta lingkungan dan menjaga pola makan sehat dan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, termasuk untuk kedua orang anak serta suaminya.(Anton Wijaya)
Baca juga : Leaflet Pengobatan TBC Paru
No comments:
Post a Comment