Keluhan klasik tentang STR itu, tidak akan habis dikikis waktu, sebab seleksi alam akan berlaku, siapa yang mampu mengikuti proses dengan baik, dan memanfaatkan kesempatan dengan jelimet akan keluar sebagai Perawat Kompeten.
Persoalan profesi Perawat dewasa ini, bukan hanya masalah STR saja, tapi gaji yang belum layak dan ada ancaman lebih besar yakni pemanfaatan teknologi tepat guna oleh owner layanan kesehatan sebagai bentuk efisiensi.
Kemudian, tak bisa dipungkiri 'banjirnya' lulusan tenaga Keperawatan tiap tahun, baik swasta maupun dari kampus negri, juga sebagai penyumbang angka pengangguran.
Tahun lalu, (2017) Nusron Wahid, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memaparkan pada wartawan, sebagaimana dipublikasikan Murianews.com bahwa, "tiap tahun, lulusan perawat mencapai jumlahnya 43.150 orang. Sedangkan, yang terserap dan mendapatkan kerja hanya 15 ribu, dengan jumlah maksimal. Jadi, rata-rata tiap tahun 28 ribu nganggur.”
Angka 28 ribu pertahun, tentunya bukanlah angka yang kecil. Jadi mau dikemanakan angka jumlah lulusan tersebut ? serta tenaga Keperawatan yang telah bekerja di pelayanan kesehatan, dirumah sakit dikota-kota besar juga terancam perannya digantikan teknologi informasi.
Hal demikian melihat kecendrungan akhir-akhir ini, bahwa telah banyak tenaga profesional yang pekerjaannya dimatikan oleh kehadiran dunia digital yang sangat laju kencang perkembangannya. Dan, hal tersebut juga berpotensi mengancam posisi tenaga Keperawatan di layananan kesehatan.
Sistim pendaftaran dan antrian poliklinik misalnya, cara pendaftaran sudah dimulai oleh beberapa rumah sakit di kota besar dengan berbasis online via web atau aplikasi. Selanjutnya, diruang perawatan pun demikian, rumah sakit yang menerapkan pola lean management (manajemen ramping) mulai mengembangkan software e-askep yang mampu mengefisiensi tenaga Perawat.
Jika dilirik pula ke pelayanan kesehatan komunitas, nyaris start up tenaga kesehatan Indonesia, berlomba-lomba membuat aplikasi digital terkait promosi kesehatan yang bisa mengecek tanda-tanda vital, bahkan masyarakat juga bisa melakukan secara mandiri dan konsultasi online, sebut saja contohnya, ATM (Anjungan Telehealth Mandiri ) yang dikembangkan mahasiswa Universitas Indonesia.
Revolusi digitalisasi ini, dimana-mana sangat potensial mengikis dan mempersempit peluang Kerja SDM ( Sumber Daya Manusia) yang pasif. Pernah mendengar e-toll ? Yaitu transaksi non tunai pembayaran karcis tol. Ternyata, sejak kehadiran e-toll ( akhir 2017) telah mengalih fungsikan penjaga karcis sebanyak 1.350 orang.
Nan lebih ekstrim, Di Belgia sejak tahun 2015 telah mengembangkan robot sebagai pelayan kesehatan di Rumah Sakit. Satu tahun berikutnya, (2016) ditambah satu robot lagi yang mampu menguasai 19 bahasa dan bisa berbicara dengan baik kepada pasien dan pengunjung.
Tugas robot yang diberi nama Zora dan Pepper tersebut adalah untuk mensosialisasikan tempat, membantu dan membimbing pasien di rumah sakit, dan lebih hebatnya robot tersebut bisa diandalkan bekerja selama 20 jam tanpa mengeluhkan gaji, dan kelelahan bekerja.
Disebut pula di kamar operasi misalnya, sejak kehadiran robot da vinci, cukup memangkas jumlah tim bedah, yang biasanya membutuhkan dokter dan Perawat 5 hingga 7 orang, namun sejak kehadiran robot dengan robotic hysterectomy surgery cukup 3 orang saja diruang intra operasi.
Melirik perkembangan teknologi di era digital ini, peluang kerja tenaga Keperawatan semakin sempit saja di sektor pelayanan kesehatan. Kemungkinan trend ini akan belum signifikan, mengingat belum semuanya daerah di Indonesia lancar dan terkoneksi internet, namun 10 Tahun kedepan, hal ini bisa menjadi kenyataan, sesuai pertumbuhan ekonomi dan pengembangan fasilitas umum.
Peluang Kerja Perawat di Era Digital
Sebagaimana kata Albert Einstein, " komputer cepat, akurat, tapi bodoh. Sedangkan manusia, pintar, tapi lambat dan tidak akurat, namun jika disatukan akan menjadi sinergi yang hebat."
Maka dari itu, sudah saatnya kampus-kampus keperawatan memberikan kurikulum dan laboratorium keperawatan berbasis teknologi, sehingga melahirkan Perawat mahir asuhan keperawatan, dan mampu memahami kinerja komputerisasi, bahkan membuat aplikasi terkait area keperawatan dan kesehatan.
Tentunya, tujuan akhir mampu menciptakan peluang kerja bagi lulusan keperawatan yang tak terserap di dunia kerja konvensional, tapi ia mampu berdikari seraya melahirkan inovasi dan aplikasi didunia maya yang bermanfaat bagi orang banyak.
Selain itu, sudah saatnya pula merubah mindset, tanpa STR yang 'sakral' itu sesungguhnya lulusan keperawatan bisa mendulang rupiah bahkan dolar, tentunya membuka usaha yang bergerak di bidang kesehatan, dengan menciptakan ide dan gagasan, seperti jadi pengembang software keperawatan, developer aplikasi android, bisnis online, membuat tutorial kesehatan di youtube (jadi youtuber) dan lain-lain.
Terakhir, di era digital, hanya Perawat kreatif dan inovatif yang bisa 'survive'. Bagi yang suka mengeluh dan mengeluh akan 'lenyap' digusur modernisasi. Sesungguhnya, kemajuan teknologi membuka ruang besar bagi insan keperawatan untuk berkarya, walau tak memiliki STR.(Anton Wijaya/ Foto : pixabay.com)
Baca juga : Cara Dapatkan Lowongan Kerja Bagi Perawat
No comments:
Post a Comment